|
Ilustrasi Ketidaktahuan |
Terima kasih ya Rabb, segala puji bagi-Mu
dengan pujian seluas bumi dan langit-Mu, sehampar ‘Arsy-Mu yang Agung.
Kau tunjukkan kebodohan demi kebodohanku walau sekian lama aku geluti
Thibb Nabi-Mu. Semakin Engkau ungkap kebodohan itu, semakin nyata kebodohan itu pada hamba-Mu yang lemah. Rabbi zidni ‘ilman wa rzuqni fahman.
Kemaren, Sabtu 29 Maret 2014 aku temukan satu kombinasi sistem insisi
yang semoga benar secara ijtihad. Aku bilang penemuan, karena belum aku
dengar di antara praktisi hijamah yang mengetengahkan wacana ini. Aku
bilang bodoh, karena setelah bertahun-tahun metode ini baru terungkap
kemaren.
Subtansi dari metode ini dapat meminimalisir timbulnya
scar karena insisi, walau selama ini scar itu pun tidak ada. Tapi
setidaknya dengan metode ini, ada acuan anatomis yang menguatkan sistem
bekam insisi.
Fa idza ‘azamta fa tawakkal ‘ala Allah.
Bersemangat, bersungguh-sungguh, berkemauan yang kuat, membaca dan
membaca terus, dan tak lupa tawakkal kepada Allah. Pasti Allah akan
memberikan solusi. Sekira kita berazam dan istiqamah pada Sunnah Nabawi,
sesuai tuntunan beliau, termasuk dalam perkara hijamah yang mungkin
dianggap remeh dan dijadikan polemik, insya Allah dan haqqul-yaqin,
Allah akan memberikan makhrajan.
Insya Allah metode ini akan
disampaikan dalam pelatihan angkatan 124 di Assabil, 125 di Kedah
Malaysia, dan jika diizinkan 126 di Thailand.
Karena metode ini baru ditemukan, kepada para alumni Assabil dapat mengikuti pelatihan pada angkatan mendatang.
الجهل = عدم المعرفة بشيء
Rabbi isyrah li shadri wa yassir lil amri wa hlul uqdatan min lisani yafqahu qauli.
Jangan Lupa Like Fanspage Ust. Kathur Suhardi
|
Ilustrasi |
Malpraktik bekam insisi ini dikonsentrasikan pada munculnya scar,
kerusakan jaringan kulit sebagai akibat karena insisi terlalu dalam dan
tidak sealur dengan cutis langer, di samping sebab-sebab lain.
Secara personality, scar terjadi karena keminiman pengetahuan pelaku
tentang anatomi kulit dan tidak adanya profesionalitas dalam pelaksanaan
insisi. Sehingga ada seorang penghijamah yang “mencoba” memasang
bisturi ke scalpel/scapel, kulitnya justru berdarah-darah karena
tertusuk ujung bisturi. Ini baru praktik penguasaan alat, belum ke
praktikum insisi.
Scar juga terjadi karena alat insisi yang
tidak steril seperti silet cukur, di samping antisepsi kulit prainsisi
yang jauh dari standar medis. Perilaku pembekam yang juga mengabaikan
prinsip-prinsip steril dan ketidaktahuan tentang PPI bekam juga punya
andil.
Kemudian malpraktik bekam insisi ini dijadikan alasan
oleh pihak kontra bekam insisi untuk menghindari, menjauhi,
mendiskrediktkan dan menyerang bekam insisi, lalu secara sepihak dibuat
kesimpulan bahwa bekam yang paling baik adalah bekam tusukan karena bla
bla bla, bukan bekam insisi. Bahkan ada juga yang berani mengklaim,
maksudnya benar-benar ada, bahwa bekam yang Nabawi adalah bekam tusukan
jarum. Padahal man kadzaba alayya muta’ammidan.... siapa yang buat
kedustaan atas namaku (Rasulullah), silahkan ambil tempat duduknya dari
api neraka.
Tentang ketakutan pasien terhadap bekam insisi,
sudah masuk ke ranah lain karena status mereka yang pasif dan hanya
menerima, yang seratus persen terlepas dari perkara profesionalitas.
Maka ketakutan mereka juga sangat tergantung dari profesionalitas
pembekam dalam mengelola psikologi pasien dan kecenderungan macam mana
yang ia lakoni.
Tentang SOP di ABI, maka sebagai lembaga yang
menaungi semua pembekam, punya tugas mulia mengakomodir semua versi.
Ketua majis syuro dan semua anggotanya berada di barisan paling depan
untuk mengawalnya. Tapi sebagai pribadi, maka siapa pun harus tampil
sebagai seorang Muslim yang istiqamah melaksanakan Sunnah Nabawi.
Sekali lagi, bekam insisi yang mengalami malpraktik dan mengakibatkan
scar, murni karena pembekamnya yang sama sekali tidak profesional.
Karena itulah untuk menghindari malpraktik ini sejak awal kami temukan
solusinya dengan metode Algophobila Shock Therapy for Incision (ASTFI).
Buktinya? Lebih dari 21.000 alumni LKP Assabil sudah mempraktikkannya.
Gambarannya, dengan warna kulit normal, antisepsi yang baik dan insisi
tipis, rata-rata hari keempat pascabekam, bekas insisi sama sekali tidak
tampak.
Ketidaktahuan dan ketidakmampuan individual tentang
metode insisi yang baik, dimohon tidak dijadikan alasan penolakan metode
insisi, karena itu subyektif. Tentang hal-hal yang berkait dengan
teknis, seperti STPT, oknum dinkes yang menolak bisturi, kepmenkes Nomor
1076/MENKES/SK/VII/2003 Bab V pasal 16 ayat 1 dan 2, atau mungkin
kendala rekomendasi dari ABI, boleh konsultasi via inbox. Insya Allah
aneka prosedur dan bayangan kesulitan sudah dilewati dan tak ada masalah
asal punya sedikit kecerdasan. Bahkan Assabil didorong Dinkes untuk
naik ke jenjang Klinik Pratama atau Utama, dan dalam proses untuk itu.
Insya Allah di bagian mendatang disampaikan sebagian uraian dalam
kitab-kitab kuning kategori syuruh. Agar sinar matahari yang sudah
tampak terang semakin terang bagi mereka yang mengharap hidayah Allah.
Dan, dan jika antum punya materi ini, monggo di-share pula di Meddis
(Media Diskusi) bekam. Karena sampai edisi kelima kemaren, diskusi masih
mengandalkan daya pikir dan belum menyentuh ke kajian yang lebih
Nabawi.
Jangan Lupa Like Fanspage Ust. Kathur Suhardi
|
CANON IXUS 255hs |
Kamera keluaran setahun yang lalu ini menurut
divisi iridology Assabil, yang paling efektif dari berbagai macam
pertimbangan untuk pemotretan iris dan sclera, apalagi bulan ini
kayaknya ada diskon lumayan, harga tinggal 2 jt, sebab sebelumnya kita dapat info masih di harga 2.5 - 2.7 jt.
Kami pernah pakai samsung, olympus, sony, lensa makro slr dan bahkan
juga pernah pakai iriscope dari Jepang yang harganya hampir 7jt.
Alhamdulillah hanya mampu bertahan tak sampai 1 tahun. Maklumlah, satu
pasien dijepret 10 kali.
Secara umum dan menurut pengalaman
kami, camera ini yang paling pas untuk pemotretan iris dan sclera,
apalagi dengan hs (hight sensitivity) yang diusungnya, walau yang lain
juga bisa. Apalagi tak lama lagi Assabil akan adakan pelatihan iridology
dan sclerology.
Ada info lain?
Jangan Lupa Like Fanspage Ust. Kathur Suhardi
|
Ilustrasi Lancing Device |
Sejak awal praktik hijamah di Assabil tak menggunakan lancet, karena
sejak awal pula Assabil melaksanakan hijamah benar-benar berdasarkan
pendekatan As-Sunnah yang khalis, pure Nabawi. Lupa kapan tepatnya.
Tapi kalau tak salah, tahun 2007. Kami berdiskusi dengan satu dua
dokter tentang metode tusukan lancet. Berdasarkan pendekatan anatomi
kulit, kami mencari formula penggunaan lancet untuk pengeluaran darah
hijamah. Kesimpulan dari diskusi ini, kami melakukan tusukan lancet
bukan dengan menegakkan lancing device, tapi memiringkannya sekitar 30 -
40 derajat dari permukaan kulit. Metode-metode ini kami sampaikan di
pelatihan untuk membandingkan antara metode insisi dan tusukan.
Kami yang tak menggunakan lancet, masih menyempatkan diri mencoba-coba
dan bereksperimen tentang penggunaan lancet, sekedar iseng dan coba-coba
bagaimana kaifiyahnya yang lebih efektif. Tak tahu, apakah sebelum itu
sudah ada yang mencoba cara ini atau belum? Kalaulah kemudian cara ini
dijadikan kiat oleh para praktisi bekam yang masih dan hanya menggunakan
lancet dan sekaligus sebagai alibi penggunaannya, tentu saja ana tak
bisa komentar. Atau adakah yang mau kasih saran atau komentar tentang
hal ini?
Jangan Lupa Like Fanspage Ust. Kathur Suhardi